Ratusan mahasiswa dan guru Antropologi mengikuti Seminar Nasional Pendidikan Antropologi Tahun 2019 yang dilaksanakan pada 29 Oktober 2019 di Lt. IV Digital Libray Unimed. Acara yang diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Antropologi, mengangkat tema “Budaya Lokal di Era Revolusi Industri 4.0” menghadirkan narasumber Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si. (Universitas Sumatera Utara), Teuku Kemal Fasya, M.Hum. (Universitas Malikussaleh) dan Dr. Wirdanengsih, M.Si. (Universitas Negeri Padang).
Seminar ini dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian terhadap perkembangan kebudayaan di Indonesia. Pembahasan dikaitkan dengan Revolusi Industri 4.0 yang sedikit banyak telah memberikan dampak pada budaya lokal. Kebudayaan lokal tentunya harus eksis sebab menjadi modal penting bagi pembangunan nasional. Adapun subtema dari acara ini adalah pendidikan karakter, model pembelajaran, pariwisata, kajian gender, kearifan lokal, etnomedicine, folklore, Multikulturalisme, dan Politik Identitas.
Acara ini dibuka oleh Dekan FIS Dra. Nurmala Berutu, M.Pd.. Dalam sambutannya, ia mengapresiasi seminar nasional yang perdana dilaksanakan oleh Prodi Pendidikan Antropologi. Baru saja kita memperingati Sumpah Pemuda, kita harapkan seminar ini dapat membangkitkan generasi muda untuk mencintai budaya lokal Indonesia, seiring perubahan dan perkembangan teknologi saat ini. Karena bagaimanapun budaya lokal atau kearifan lokal ini merupakan kekayaan dan jati diri bangsa Indonesia. Lulusan antropologi harus punya nilai menunjukkan ciri kahsnya, berbeda dengan orang lain dan memiliki karakater bangsa Indonesia. Dan semoga seminar ini nantinya dapat menjadai bahan pembelajaran dan perkuliahan sehingga menularkan kecintaan terhadap budaya-budya Indonesia.
Dalam paparannya, Dr. Wirdanengsih, M.Si. mengungkapkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan kearifan lokal. Derasnya arus infromasi dan komunikasi dapat mengakibatkan pengaruh negatif yang cenderung mengarah pada pudarnya nilai-nilai budaya luhur. Perlu adanya pemahaman tentang nilai kearifan lokal tradisi sehingga memberi fondasi dalam keberlanjutan tatanan kehidupan yang akan datang. Dengan mengikuti zaman kekinian, maka pembelajaran dilakukan dengan pengunaan tekhnologi yang menunjang pembelajaran seperti digital vitual yang akan memberi makna tersendiri dalam proses mempertahanan dan melestarikan serta sosialisasi nilai kearifan lokal di media sosial.
Sementara Teuku Kemal Fasya, M.Hum. mengatakan harus dipahami bahwa bangsa dengan beragam suku bangsa, agama, keyakinan, dan tradisi yang plural dan multikultural kita memiliki banyak kebaikan dari budaya lokal. Makanya antar-budaya lokal perlu mendapatkan ruang perjumpaan secara setara dan partisipatif, dan mampu dikomunikasikan secara sehat, toleran, dan demokratis. Salah satu upaya untuk membangun karakter bangsa adalah mentransformasi nilai-nilai budaya lokal ke dalam pelbagai wujud, baik sejak sektor hulu melalui pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai kearifan lokal hingga sektor hilir dengan melahirkan kebijakan yang bisa membuat ia regulatif dan praktis bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Asas-asas pada UU Pemajuan Kebudayaan yang mengakui “kelokalan” hendaknya bisa bersinergi dengan nilai-nilai kebaikan kultural lainnya seperti “gotong-royong”, “kesederajatan”, “kemanfaatan”, “keberlanjutan”, “partisipatif”, dll sehingga tak hilang oleh proyek nasional yang terlalu berempati pada nilai-nilai global. (Humas Unimed/eo)