Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, Tokoh Pendidikan Sumatera Utara dalam Semunar Daring yang digelar LPPM sebagai upaya awal dalam Pengusulan Tuan HM. Manulang sebagai Pahlawan Nasional kepada Presiden RI. Tim dosen Sejarah FIS Unimed telah merancang beberapa langkah dan didukung LPPM agar upaya ini berhasil. Mengingat beberapa waktu yang lalu Unimed berhasil mengusulkan beberapa tokoh perjuangan Indonesia menjadi pahlawan nasional.
Prof. Syawal Gultom, sebagai tokoh pendidikan diminta panitia untuk memberikan masukan dan pertimbangan secara akademik dalam Seminar Daring tersebut. Beliau mengatakan Mangihut Mangaradja Hezekiel Manullang layak menjadi pahlawan nasional mengingat sekitar 1 abad lalu, pahlawan perintis kemerdekaan yang biasa dikenal Tuan Manullang itu telah menjadi Inspirator Pendidikan kebangsaan di negeri ini.
“Tahun 1910 Tuan M.H. Manullang telah merumuskan dengan baik apa itu Pendidikan, hampir 100 tahun sebelum UU Sisdiknas,” pungkas Syawal saat tampil sebagai salah satu nara sumber pada seminar yang bertemakan “Tuan M.H. Manullang: Dari Pahlawan Kemerdekaan menuju Calon Pahlawan Nasional”, dalam kegiatan webinar yang berlagsung di Unimed, Sabtu (13/03/21).
Lanjutnya, meski tidak dapat dikatakan secara eksplisit bahwa tujuan Pendidikan nasional yang dituangkan pada UU Sisdiknas diilhami oleh pemikiran Tuan M.H. Manullang, tetapi paling tidak kita dapat menyebut bahwa jauh sebelum UU Sisdiknas dirumuskan (2003), tahun 1910 Tuan M.H. Manullang telah merumuskan dengan baik, apa itu Pendidikan.
“Isi atau konten Pendidikan, Pemikiran, perjuangan, ketokohan, kepemimpinan, kegigihan dan konsistensi Tuan M.H. Manullang adalah inspirasi yang energetik bagi Pendidikan kebangsaan Indonesia,” katanya.
Sebenarnya, lanjutnya, para guru guru (tanpa kecuali, apalagi guru sejarah) khususnya di Tanah Batak dapat menjadi mencapai level guru yang tertinggi yaitu guru yang inspiratif bila mampu memberi pemaknaan baru sesuai konteks kekinian terhadap perjuangan M.H. Manullang (bila berpikir abstraktif maha guru itu “menginspirasi”, guru yang hebat itu menjadi “teladan”, guru yang baik itu “menjelaskan, mencerahkan”, dan ketiganya telah dicontohkan oleh Tuan M.H. Manullang, imbuh Syawal.
Tuan Manullang, lanjut Syawal, dapat jadikan sebagai guru bangsa sebab mencontohkan bagaimana Pendidikan di drive dengan orientasi harmonisasi atau perimbangan sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Dari sudut pandang Pendidikan kebangsaan, lanjutnya lagi, Tuan M.H. Manullang telah menyumbangkan sekurang-kurangnya 6 dimensi terpenting dalam aras filosofi, value, teori, konsep, paradigma, dan metodologi.
“Saya meminjam cara berpkir “computational thinking” mulai dari abstraksi, algoritma, pola dan dekompoisi untuk memudahkan mengelaborasi 6 dimensi tersebut pada konteks perjuangan yang dilakukan Tuan Manullang, yakni tujuan Pendidikan untuk mengembangkan potensi lewat keimanan, ketakwaan, kesehatan jasmani rohani, karakter, keterampilan dan keluasan wawasan guna menjadi orang yang demokratis dalam berbangsa dan bernegara,” tegas Mantan Rektor Universitas Negeri Medan periode 2007-2011 dan periode 2015–2019.
Disebutkan, perjuangan M.H. Manullang sejak menjadi siswa yang akhirnya dipecat tahun 1905 sebab melakukan pemberontakan pertama, memimpin demonstasi, pemogokan siswa untuk melawan inkonsistensi, kala itu.
Ditambahkan Syawal, Tuan Manullang menunjukkan sebuah proses belajar yang mengandalkan “indepent learner”, berbasis multicultural.
“Menjadi guru itu merupakan panggilan jiwa, sehingga dengan sukarela menjadi guru direkrut oleh Misi Methodist. Sempat membuka beberapa sekolah di Jawa Barat dan Batavia atas keyakinan, hanya dengan pendidikan suatu bangsa bisa bangkit bermartabat mensejahterakan rakyatnya,” sambungnya lagi.
Mengingat Tuan Manullang, lanjut Syawal, menggiring nalar teoritik pada pernyataan seorang tokoh besar dunia Nelson Mandela yang mengatakan education is the most powerful weapon which you can use to change the world.
“Sebagai siswa dia mencontohkan cara-cara berpikir kritis sehingga mampu mendirikan organisasi Hatopan Kristen Batak (HKB). Dalam Pendidikan kebangsaan warisan termahal Pendidikan itu adalah cara berpikir kritis yang dikenal dengan HOTS (Higher Order Thinking Skill),” tukas Syawal.
Seluruh perolehan Tuan Manullang dalam Pendidikan diartikulasi dengan baik dalam memimpin organisasi sehingga dikenal memiliki kepemimpinan yang sangat mumpuni. Cara ini menyegarkan ingatan kita kembali apa yang pernah disampaikan tokoh Pendidikan sekaliber John Dewey, yang mengatakan education is life its self, not preparation for life.
“Bagaimana mengimpelementasikan hasil Pendidikan secara kontekstual dicontohkan Tuan Manullang dengan baik sehingga mampu melakukan perlawanan terhadap ekspansi agraria di Tanah Batak meski berujung dipenjarakan oleh Belanda,” tuturnya.
Dalam kegiatan itu tampil sebagai narasumber selain Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd (Guru Besar Universitas Negeri Medan) antara lain Prof. Dr. Asvi Warman Adam (Sejarahwan LIPI Jakarta), Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro Jakti (Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong, Sejarahwan Ekonomi, Jakarta), Drs. Joko Irianto, M.Si (Direktur Kepahlawanan, Keperintisan dan Restorasi Sosial Kementerian Sosial RI Jakarta), dan Dr. Rosmaida Sinaga M.Hum (Sejarahwan Universitas Negeri Medan).
Masih dalam kegiatan itu, Kepala Dinas Sosial mewakili Bupati Tapanuli Utara, Rahman Situmeang mengungkapkan Pemkab Taput siap mendukung penuh proses pengusulan Tuan Manullang menjadi Pahlawan Nasional.(Humas Unimed)