Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) P3GTK menggelar Seri Webinar Guru Belajar seri ke 13 dengan tema “Mengembangkan pemahaman wellbeing’s student bagi kepala sekolah dan guru binaan” menggunakan aplikasi Zoom Meeting dan Live Streaming Youtube P3GTK Kemdikbud, pada Selasa (21/7).
Adapun pembicara pada Webinar tersebut adalah Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd. (Guru Besar Unimed), Dina Martha Tiraswati, M.Pd. (Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Prov. Jabar), Welling Han, M.Sc. (Konsultan Pendidikan Bidang Pembelajaran Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan) dan dimoderatori oleh Jatnika Hermawan, S.Si., M.Si. (Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan).
Acara ini diikuti oleh ribuan peserta dari seluruh Indonesia, yang terdiri dari guru, pengawas, kepala sekolah, tenaga kependidikan, kalangan praktisi pendidikan dan akademisi.
Pada paparannya, Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd. menyampaikan mengembangkan pemahaman Wellbeing’s Student bagi Kepala Sekolah dan guru binaan dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan peserta didik serta kelayakan materi, proses, dan penilaian pembelajaran. Seperti aspek psikologi meliputi kesiapan fisik, emosional, intelektual dan spiritual. Kemudian aspek Paedagogi meliputi kelayakan materi, proses dan penilaian, dan yang terakhir adalah aspek Sosio-eko-kultural yang meliputi kebutuhan individu, masyarakat, bangsa, negara, dunia dan juga peradaban. Sehingga menciptakan pribadi beriman, bertakwa dan berakhlak mulia dengan kualitas pembelajaran tingkat tinggi dan pendidikan karaktek yang kuat diantaranya menjadi pembelajar yang sukses, individu yang percaya diri, warga negara yang bertanggung jawab dan menjadi kontributor peradaban yang efektif. Oleh karena itu dibutuhkan instructional leadership yang dimulai dengan pemahaman yang utuh tentang konteks kekinian pendidikan Indonesia dan negara lain, konteks dan perspektif pengembangan profesi guru, konteks kekinian suasana pembelajaran di sekolah dan yang terakhir adalah memahami konteks kekinian kompetensi lulusan.
Lanjutnya, “Pendidikan dalam jangka panjang adalah faktor tunggal paling menentukan melebarnya jurang kesenjangan. Oleh karena itu investasi dalam bidang pendidikan adalah cara logis untuk menghilangkan kesejangan dan kemiskinan di masyarakat. Pergeseran paradigma pembangunan dekade 2020 dan seterusnya meliputi kekayaan peradaban diantaranya pembangunan kesejahteraan berbasis peradaban, peradaban sebagai modal pembangunan, SDM beradab sebagai modal pembangunan, pendidikan sebagai creator/disiminator. Adapun modal pembangunan kesejahteraan berbasis peradaban diantaranya modal individu, modal sosial-budaya, modal sistem pemerintahan, modal pengetahuan/keterampilan, maka akan terwujud melalui keutuhan dalam pembangunan kesejahteraan.”
“Sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam dan potensi yang begitu besar, Indonesia seharusnya sudah menjadi negara yang maju dan makmur. Nyatanya masih tinggi angka kemiskinan di Indonesia, yaitu diangka 24,74 juta. Ada yang salah dengan kondisi ini, bagaimana kita bicara pendidikan Indonesia, kita bicara kualitas manusia, atau bicara target generasi emas di 2045. Bukankah ini paradoks dengan potensi alam Indonesia, tetapi tidak bisa manfaatkan dan mensejahterakan?”
“Amerika itu ketinggalan teknologi dan ilmu pengetahuan pada tahun 80-an. John Kennedy cuma bilang begini “What’s wrong in our classroom?” apa yang salah di ruang kelas kita? Coba bayangkan perkembangan suatu negara, kemajuan teknologi tahu-tahu itu cuma bilang “What’s wrong in our classroom?” berarti kesalahan bermula pembelajaran dari kelas. Belajar dari kelas, kita tidak ingin menyalakan siapa-siapa, kita juga akan memberi rasa hormat kepada guru kita yang luar biasa itu, tapi ada 45 juta anak Indonesia yang belajar dengan baik, yang dengan kesungguhan munkin hanya 25 persen. Bagaimana membangun negeri ini, inilah bukti nyata bahwa yang tadi memang bermula dari kelas dan sekolah. Untuk itu mari kita perbaiki kualitas pendidik atau guru sebagai tokoh/aktor utama dari pengelolaan kelas. Sekarang bagaimana kita membangun paradigma guru, kepala sekolah dan pengawas? Segala upaya kita pikirkan adalah kepentingan siswa. Mau dijadikan apa? Apa pandangan guru terhadap siswa dan apa sebetulnya rumusan. Kalau lebih teknis lagi, bicaranya dan rumusan kompetensi pada siswa itu sebab proses belajarnya tidak nyambung misalnya kalau dirumuskan hanya pada kompetensi saja, tapi gurunya merumuskan pembelajaran kompetensi siswa yang mencapai level 6 tingkat berpikir diharapkan proses belajar akan sampai di sana. Untuk itu guru harus kreatif dan inovatif minimal menguasai empat hal konteks kekinian pendidikan Indonesia diantaranya konteks dan perspektif pengembangan profesi guru, konteks kekinian suasana belajar di sekolah, konteks kekinian kompetensi lulusan untuk semua jenis dan jenjang dan jalur pendidikan Indonesia.”
“Di masa pandemi saat ini, pembelajaran di sekolah beralih ke rumah dan orang tua. Pendidikan berlangsung jarak jauh melalui daring maupun blended learning. Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerjasama dengan keluarga atau orang tua, sehingga pendidikan tetap bisa berlangung dengan baik. Tidak semua pembelajaran dapat diajarkan melalui daring, harus ada peran guru dan orang tua dalam membimbing dan mengajarkan secara langsung. Kompetensi guru yang professional diantaranya mampu melaksanakan tugas keprofesian sebagai pendidik yang menarik, mampu merumuskan indikator capaian pembelajaran berpikir tingkat tinggi yang harus dimiliki peserta didik mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap secara utuh dan berorientasi masa depan, menguasai materi ajar termasuk advance materials secara bermakna yang dapat menjelaskan aspek konten, filosopi dan penerapannya dalam kehudupan sehari-hari, mampu merancang pembelajaran dengan menerapkan prinsip memadukan pengetahuan materi ajar, pedagogik serta teknologi informasi dan komunikasi dan pendekatan lain yang relevan, mampu melaksanakan pembelajarn yang mendidik dengan menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk membangun pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik dalam memecahkan masalah secara kritis dan humanis, inovatif, kolaboratif dan komunikatif, dengan menggunakan model pembelajaran dan sumber belajar yang didukung hasil penelitian, mampu mengevaluasi masukan, proses dan hasil pembelajaran mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik dengan menerapakan asesmen otentik serta memanfaatkan hasil evaluasi untuk perbaikan kualitas pembelajaran dan mampu mengembangkan diri secara berkelanjutan sebagai guru professional melalui penelitian, refleksi diri, pencarian informasi baru dan inovasi.”
“Apapun masalah yang terjadi termasuk Pandemi Covid-19, pendidikan harus tetap berjalan. Tapi pendidikan kita hanya bisa berkualitas karena kita semuanya. Perubahan perilaku, perubahan sikap dan mindset itulah awal dari memperbaiki pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, tokoh-tokoh penting pendidikan harus dapat merubahan mindset dan paradigm tentang pendidikan, penguatan integrasi nilai (value) pada pembelajaran, menshifting paradigm kurikulum kompetensi menjadi kapasitas, integrasi content baru, dan inovasi proses dan penilaian,” tutup Prof. Syawal. (Humas Unimed/eo)