Close

" The Character Building University "

Telaah Fragmentasi Manusia Melalui Sajak Chairil Anwar, Sitor Situmorang dan Rene Char

MEDAN – Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Negeri Medan (PUSSIS-UNIMED) bekerjasama dengan Jurusan Pendidikan Sejarah FIS-UNIMED menggelar bialog budaya bersama Isadora Fichou (Kandidat Doktor Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Paris) dengan tema “Tragedi Fragmentasi Manusia Dalam Sejarah: Pembicaraan Sajak Chairil Anwar, Sitor Situmorang dan Rene Char pada tanggal 11 Maret 2019 di Lantai 2 Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan. Dialog ini mengundang 20 tamu dari berbagai penggiat satrawan, budayawan dan dosen-dosen bahasa Prancis Universitas Negeri Medan. Narasumber utama yakni Isadora 9 (Kandidat Doktor Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Di Paris), Pembanding Utama Damiri Mahmud (Sastrawan Medan) dan Moderator Dr. phil. Ichwan Azhari, MS (Sejarawan Unimed).

Dalam dialog budaya ini, Isodora mengemukakan bahwa sajak dalam dimensi waktu, lebih tepat waktu dalam perspektif sejarah telah dicerminkan dalam sajak-sajak puisi Cairil Anwal, Situr Sitomorang dan Rene Char dengan berbagai aliran-aliran sastra. Fragmentasi disini merupakan tulisan terpisah yang berhubungan dengan gaya puisi yang pendek, padat dan tidak lagi terkait dengan estetika romantis dan lirik seperti dalam karya Friedrich Neitzsche memiliki gaya puisi yang tajam dan pendek sekali. Tulisan fragmentasi dalam ketiga sastrawan tersebut mencoba untuk mendefenisikan kembali kedudukan manusia dalam ruang dan waktu. Seperti saat Chairil Anwar menulis sajak “Tuhanku/Aku hilang bentuk/remuk” atau “Kita mandi basahkan diri/tahu pasti sebentar kering lagi” atau saat Sitor Situmorang menulis “Detik kita jadikan abad abad/Abad abad kita hidupi dalam sekilas bintang/Sesudah itu malam, biarlah malam.”, dalam pandangan Isadora itu bukan sekedar ekspressi batin. Tapi disitu ada gejala fragmentasi waktu, waktu yang terpenggal, waktu yang tidak jadi tidak linear. Ini fenomena pasca perang dunia ke 2, di Eropa maupun di negeri negeri jajahan seperti Indonesia.

Rene Char, penyair besar Prancis yang sezaman dengan Chairil dan Sitor, juga melahirkan karya karya tentang waktu yang terfragmentasi, waktu yang tidak liniear. Rene Char menulis sajak tentang potongan potongan waktu, ketakutan pada sejarah, ketakutan pada kematian dan kegilaan manusia.

Puisi menyimpan jejak sejarah kegelisahan manusia tentang waktu, pada kurun waktu tertentu. Penyair dan kritikus sastra terkemuka Damiri Mahmud , penulis buku “Chairil Anwar Rumah Yang Hilang” mengemukakan pendapatnya bahwa puisi-puisi karya Chairil Anwar selain terdapat fragmentasi waktu dan ruang harus juga dilihat dari fragmen gaya bahasa “logat Medan” dan riwayat keluarga dan hidpnya. Disini poin penting dalam menganalisas sebuah makna puisi yang para kritikus puisi belum banyak melakukannya. Isodara harus juga membedah setiap penggalan kata dari sajak-sajak Chairil Anwar dan Sitor yang mempunyai makna falsafah hidup dalam dirinya.

Ketiga penyair itu lahir pada awal abad ke-20 yang mengalami banyak perubahan tingkat moral, politik dan kultural semasa peristiwa-peristiwa besar yang mereka alami seperti perang Dunia II dan Penjajahan. Untuk tingkat Individual, mereka mengalami pengalaman yang dipengaruhi oleh alam pikiran dan wawasan mereka. Seperti Sitor hidup antara dunia dunia Eropa dan Indonesia, Chairil Anwar mengalami pengalaman pengasingan imajiner yaitu keputusan untuk tidak memilih suatu partai apapun kecuali partai orang bebas, menolak nilai-nilai tradisional yang menindas manusia, dan terpengaruh oleh kraya-karya Barat. Sedangkan Rene Char mengalami perlawanan selama perang sehingga puisinya mememperlihatkan berbagai tema pertarungan, ketakutan manusia dan kegilaan manusia selama masa perang. Ketiga sastrawan tersebut mempunyai memori kolektif dan fragmen-fragmen waktu, jarak dan ruang. (Humas Unimed/dl)

X
UNIMED Mobile

FREE
VIEW