MEDAN (Unimed) – Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (PUSSIS-UNIMED) menggelar Pameran dan Seminar Komik Medan-Malaysia pada 31 Agustus 2018 di Gedung Serba Guna VIP Room Unimed. Pameran ini menampilkan ratusan komik Medan-Malaysia yang legendaris dan ternama pada masanya. Seminar dihadiri oleh 150 orang tamu undangan dari berbagai civitas akademis dan peminat komik yang ada di Medan. Dengan tiga narasumber yakni Dr. phil. Ichwan Azhari, MS (Sejarawan Unimed), Koko Hendri Lubis (Peneliti Komik) dan M. Arief Siregar (Komikus Digidoy).
Ichwan Azhari mengemukakan, banyak perbedaan dan persamaan antara komik Medan dengan komik Malaysia. Perbedaan komik tersebut dapat dikategorikan berdasarkan periodesasi muncul hingga tenggelamnya. Kemunculan komik Malaysia di mulai pada tahun 1930-an sedangkan komik Medan dideteksi muncul pada tahun 1930-1940-an. Selanjutnya pada tahun 1950-1960-an komik Malaysia mengalami perkembangan sementara komik Medan sudah mencapai puncak kejayaannnya. Sepuluh tahun kemudian komik Malaysia mengalami puncak kejayaan sedangkan komik Medan telah tenggelam dan meredup.
Kini, menurut Ichwan, produk massal komik Medan-Malaysia telah mati dan tenggelam, terlupakan oleh generasinya. Namun komik Malaysia mencoba membuat terobosan baru dengan membuat animasi komik melalui program TV. Salah satu yang santer di seluruh Asia ialah animasi Upin & Ipin.
“Anehnya konsumen terbanyak acara ini adalah orang Indonesia. Banyak anak-anak Indonesia terhipnotis dengan gaya dan kebiasaan yang ditampilkan komik berjalan ini. Di Medan sendiri melakukan terobosan baru yang tidak kalah menarik berupa komik digital berlogat Medan yang dipelopori oleh komik Digidoy,” terang Ichwan.
Ichwan berharap komik Medan-Malaysia yang merupakan kekayaan intelektual dan imajinasi, harus diwariskan kepada generasi selanjutnya. Karena menurutnya, komik menjadi “obat mujarab” untuk mendidik jiwa dan menghidupkan kebudayaan berpikir “Anak Medan” yang semakin terlena dengan budaya “gadget”.
“Untungnya melalui gadget media sosial, kita bisa menghidupkan kembali cerita-cerita bernilai sejarah dan budaya yang dikemas secara kekinian atau digitalisasi seperti komik Digidoy yang dijelasakan owner komik Digidoy, M. Arief. Siregar,” pungkas Ichwan.
Sementara itu, Koko Hendri Lubis yang memfokuskan tentang kekhasaan komik Medan melalui komikus Zam Nuldyn mengatakan, pada 1954, Zam Nuldyn telah berhasil menyelesaikan naskah komik yang dimuat di majalah Waktu dengan tokoh utamanya adalah seorang detektif “Bahtar”. Selain komik “bahtar” Zam juga membuat komik Dewi Krakatau, Dayang Putjuk, Dayang Suara, Paluh Hantu, Komik Datuk Seruwai, Luana, Sri Putih Cermin, Kisah Gunung Toba, 24000 Tahun Danau Toba, Detektif Nekad Membasmi Komplotan Buaya Gigi Mas, Ratu Karimata, Panglima Denai, Jam 5 Sore, Si Balga, Alang Bubu, Ganda Wirama, Enggano, Dora, Panglima Taring, Bogam, Cindur Mato, Sambalero, Srindit Terbang Malam dan Kisah Pulau Batu. Komik-komik tersebut diterbitkan dari berbagai perusahaan seperti Firma Harris tahun 1954, TB. Casso, Fa. ATB, Fa. Al-Ilmy, CV. Arry Darma, Pembangunan, Fa. Hassir dan yang lainnya.
“Dari cerita komik Zam Nuldyn kita menemukan petunjuk tentang kehidupan masyarakat pada masa itu. Dengan komik pula, kita bisa mengerti bagaimana cara mereka berbicara, berfikir, dan bereaksi terhadap lingkungannya,” pungkas Koko. (Humas Unimed)