MEDAN (Unimed) – Uang bukan hanya digunakan sebagai alat tukar. Uang juga merepleksikan sejarah dan kebudayaan masa lalu. Uang kuno dalam bentuk koin misalnya, dari benda tersebut dapat diketahui siapa pemimpin dan budaya apa yang dianut ketika itu. Hal tersebut yang terungkap dalam “Seminar dan Pameran Uang Kerajaan-Kesultanan di Nusantara” yang dihelat di Digital Library Unimed, Sabtu (25/3).
Seminar yang digelar oleh Prodi Pendidikan Sejarah Unimed tersebut menghadirkan narasumber Kepala Museum Uang Sumatera, Saparuddin Barus, MM., Kepala PUSSIS Unimed Dr. Phil. Ichwan Azhari, M.S, dan Peneliti serta Kolektor Uang Kuno asal Malaysia Ahmad Nasyruddin bin Ismail. Acara dihadiri oleh Wakil Dekan 1 FIS Unimed Dr. Deni Setiawan, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah Unimed Dr. Ida Liana Tanjung, M.Si., Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah Unimed, Mahasiswa Studi Politik Islam UINSU, Peneliti dan Pemerhati Sejarah Uang Kuno.
Deni Setiawan yang membuka acara ini mengharapkan generasi muda tidak melupakan sejarah karena kita lahir dari sejarah. “Indonesia lahir dari sejarah. Malaysia hadir dari sejarah. Termasuk uang yang dibahas di acara ini juga lahir dari sejarah”, ujar Deni.
Deni juga mengapresiasi kegiatan tersebut yang juga merupakan hasil dari kegiatan perkuliahan Seminar Sejarah. “Kegiatan ini merupakan project. Jadi perkuliahan bukan hanya dilakukan dalam kelas. Secara kontekstual perkulahan ini real world,” ujarnya.
Berdasarkan koleksi yang dimiliki Museum Uang Sumatera, Saparuddin Barus menemukan bahwa uang pada masa kerajaan kebanyakan terbuat dari emas, perak, dan timah. Bahkan Ia juga menemukan uang dalam bentuk kain yang disebut “uang kampua” yang berlaku pada masa Kerajaan Buton.
“Dari uang-uang tersebut dapat kita lihat misalnya koin Kerajaan Deli yang bertuliskan Arab Melayu. Bagian depan tertulis ‘Belanja Negeri Deli, sedangkan bagian belakang tertulis Darulaman’. Darul aman berarti negeri yang aman. Berarti pemimpin kala itu Sultan Amaluddin Magendar Alam berharap negerinya negeri yang aman,” ujar Barus.
Sementara itu, Ichwan Azhari mengatakan uang kerajaan Samudera Pasai banyak ditemukan di Deli Tua. “Uang Aceh yang ditemukan di Aceh dan Uang Aceh yang ditemukan di Deli Tua, nilainya berbeda, karena ada nilai sejarah perang,” ujarnya.
Ahmad Nasyruddin mengungkapkan bahwa koin-koin kuno juga ada yang dipalsukan.Oleh karenannya ia menghimbau agar peneliti sejarah lebih berhati-hati menganalisisnya. “Uang kuno ada juga yang palsu. Jangan karena kita tidak tau, kemudian kita buat kebohongan sejarah. Karena apabila dibuat sejarah yang uangnya sebenarnya tidak ada, dia telah membuat kebohongan sejarah,” terangnya.
Oleh sebab itu, Nasyruddin memberikan tips dan cara mengetahui uang koin palsu yakni melalui buku rujukan, menghimpun koleksi palsu, membuat lembaga sertifikasi, dan bergaul dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan yang terpercaya. (Humas Unimed)